Pages

Labels

Minggu, 28 Juni 2015

Institusi Pendidikan (Bukan) Kontributor Koruptor


Beberapa dekade terakhir ini, terjadi pergeseran makna keberhasilan.  Keberhasilan ditentukan berdasarkan jumlah kekayaan seseorang.  Masyarakat memuja jumlah kekayaan  dan mengabaikan cara mengumpulkannya.  Iklan media massa menjadi katalisator pergeseran makna keberhasilan.  Tayangan iklan selalu menampilkan gaya hidup hedonisme.  Hedonisme adalah perilaku mengutamakan kesenangan duniawi.   Ribuan anak menonton tayangan iklan bernuansa hedonisme setiap hari.  Sejak dini,  hedonisme tertanam dalam pemikiran anak-anak.  Kelak mereka melakukan berbagai cara untuk melestarikan gaya hidup tersebut.

Dunia pendidikan turut menyuburkan gaya hidup hedonisme.  Dewasa ini, sekolah-sekolah negeri berfasilitas canggih memungut iuran relatif  besar kepada orang tua siswa.  Hanya siswa kalangan menengah ke atas yang mampu bersekolah di sana.  Antar siswa terjadi persaingan kepemilikan benda mewah. Para pengajar pun meramaikan persaingan ini.   Guru yang memiliki rmobil dan rumah mewah adalah hal biasa.

Sementara kalangan ekonomi lemah harus menempuh pendidikan dengan fasilitas terbatas.  Padahal, anak-anak dari kalangan tersebut ada pula yang memiliki potensi akademik mumpuni.  Potensi mereka tak akan berkembang tanpa fasilitas pendidikan yang baik.  Terlebih bila orang tua memaksa mereka berhenti sekolah karena  tak punya biaya.
BUDAYA KORUPSI

Korupsi merupakan salah satu upaya pemenuhan gaya hidup hedonisme.  Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001, korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.  Ada sembilan tidakan korupsi berdasarkan undang-undang tersebut, yaitu : suap, illegal profit, transaksi rahasia, hadiah, hibah, penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang serta fasilitas negara.  Kesembilan tindakan itu adalah hal lumrah bagi kalangan pejabat negara. 

Umumnya koruptor beralasan bahwa penyelewengan mereka demi keberhasilan pendidikan anak-anaknya.  Biaya pendidikan yang baik sangat mahal.  Padahal pendidikan yang baik merupakan wahana  mendapatkan pekerjaan yang baik pula.  Setelah menamatkan pendidikannya,  anak tersebut memasuki dunia kerja secara nepotisme.  Sang anak pun meneruskan kebiasaan ayahnya pada keturunannya.  Budaya korupsi berlangsung turun temurun hingga membiaskan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia.

TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pun demikian, tujuan pendidikan nasional belum tercapai secara keseluruhan. Sekarang, televisi gencar menyiarkan berita penangkapan lapisan elit bangsa yang korupsi.  Hal ini adalah peringatan bagi institusi pendidikan.  Bila para pimpinan bangsa mengesampingkan keluhuran ahlak, bagaimana pula dengan generasi muda?  Ternyata pendidikan kita baru berhasil mengembangkan potensi kecerdasan.  Sementara pembentukan watak dan peradaban bangsa belum menjadi agenda utama sistem pendidikan.

Alangkah baiknya bila  tujuan pendidikan nasional tidak sekedar retorika.  Seluruh elemen masyarakat harus memiliki visi yang sama demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional.  Institusi pemerintah bidang pendidikan seyogyanya bertindak tegas pada pihak-pihak yang bertindak memangkas potensi siswa.  Orang tua perlu memberikan teladan moral yang baik pada anak-anaknya hingga ahlak mulia bukan hanya literasi.

Keberhasilan pendidikan tak akan pernah terwujud bila gaya hidup hedonisme masih memasyarakat.  Para pemimpin dan tokoh masyarakat hendaknya  memberi teladan perilaku hidup sederhana pada masyarakat.   Media massa perlu memberikan penerangan tentang pentingnya pola hidup sederhana sebagai penyeimbang tayangan bergaya hedonisme.

Pemberantasan korupsi membutuhkan tindakan serentak dan berkelanjutan. Penyelenggara negara hendaknya menutup kesempatan korupsi bagi pelaksana proyek-proyek pemerintah.  Hukuman maksimal bagi pelaku korupsi perlu ditegakkan untuk  memberi efek jera.  Sebagai upaya preventif terhadap korupsi, nilai kejujuran harus ditanamkan sejak  dini.    Hendaknya ada reward dan punishment bagi penegakan kejujuran tersebut. Pendidik lebih mengutamakan proses kegiatan belajar daripada hasilnya.

Pendidikan, hedonisme dan korupsi berkaitan erat.  Pendidikan yang baik akan menekan gaya hidup hedonisme dan korupsi.  Indeks korupsi yang rendah merupakan indikator kemajuan suatu negara.   Artinya, pendidikan yang baik  adalah kunci keberhasilan negara.    Wahai rekan-rekan guru, marilah kita didik murid-murid kita untuk menjauhi gaya hedonisme dan budaya korupsi.  Mari bersama mewujudkan kemajuan Indonesia.

sumber:
http://www.kompasiana.com/febryantika/institusi-pendidikan-bukan-kontributor-koruptor_555473c9b67e616714ba54a3

0 komentar:

Posting Komentar