Beberapa dekade terakhir ini, terjadi pergeseran makna keberhasilan.
Keberhasilan ditentukan berdasarkan jumlah kekayaan seseorang.
Masyarakat memuja jumlah kekayaan dan mengabaikan cara
mengumpulkannya. Iklan media massa menjadi katalisator pergeseran makna
keberhasilan. Tayangan iklan selalu menampilkan gaya hidup hedonisme.
Hedonisme adalah perilaku mengutamakan kesenangan duniawi. Ribuan
anak menonton tayangan iklan bernuansa hedonisme setiap hari. Sejak
dini, hedonisme tertanam dalam pemikiran anak-anak. Kelak mereka
melakukan berbagai cara untuk melestarikan gaya hidup tersebut.
Dunia
pendidikan turut menyuburkan gaya hidup hedonisme. Dewasa ini,
sekolah-sekolah negeri berfasilitas canggih memungut iuran relatif
besar kepada orang tua siswa. Hanya siswa kalangan menengah ke atas
yang mampu bersekolah di sana. Antar siswa terjadi persaingan
kepemilikan benda mewah. Para pengajar pun meramaikan persaingan ini.
Guru yang memiliki rmobil dan rumah mewah adalah hal biasa.
Sementara
kalangan ekonomi lemah harus menempuh pendidikan dengan fasilitas
terbatas. Padahal, anak-anak dari kalangan tersebut ada pula yang
memiliki potensi akademik mumpuni. Potensi mereka tak akan berkembang
tanpa fasilitas pendidikan yang baik. Terlebih bila orang tua memaksa
mereka berhenti sekolah karena tak punya biaya.
BUDAYA KORUPSI
Korupsi
merupakan salah satu upaya pemenuhan gaya hidup hedonisme. Menurut
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001, korupsi adalah tindakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang
berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan
tidakan korupsi berdasarkan undang-undang tersebut, yaitu : suap, illegal profit,
transaksi rahasia, hadiah, hibah, penggelapan, kolusi, nepotisme, dan
penyalahgunaan wewenang serta fasilitas negara. Kesembilan tindakan itu
adalah hal lumrah bagi kalangan pejabat negara.
Umumnya
koruptor beralasan bahwa penyelewengan mereka demi keberhasilan
pendidikan anak-anaknya. Biaya pendidikan yang baik sangat mahal.
Padahal pendidikan yang baik merupakan wahana mendapatkan pekerjaan
yang baik pula. Setelah menamatkan pendidikannya, anak tersebut
memasuki dunia kerja secara nepotisme. Sang anak pun meneruskan
kebiasaan ayahnya pada keturunannya. Budaya korupsi berlangsung turun
temurun hingga membiaskan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia.
TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tujuan
pendidikan nasional sebagaimana Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pun
demikian, tujuan pendidikan nasional belum tercapai secara keseluruhan.
Sekarang, televisi gencar menyiarkan berita penangkapan lapisan elit
bangsa yang korupsi. Hal ini adalah peringatan bagi institusi
pendidikan. Bila para pimpinan bangsa mengesampingkan keluhuran ahlak,
bagaimana pula dengan generasi muda? Ternyata pendidikan kita baru
berhasil mengembangkan potensi kecerdasan. Sementara pembentukan watak
dan peradaban bangsa belum menjadi agenda utama sistem pendidikan.
Alangkah
baiknya bila tujuan pendidikan nasional tidak sekedar retorika.
Seluruh elemen masyarakat harus memiliki visi yang sama demi terwujudnya
tujuan pendidikan nasional. Institusi pemerintah bidang pendidikan
seyogyanya bertindak tegas pada pihak-pihak yang bertindak memangkas
potensi siswa. Orang tua perlu memberikan teladan moral yang baik pada
anak-anaknya hingga ahlak mulia bukan hanya literasi.
Keberhasilan
pendidikan tak akan pernah terwujud bila gaya hidup hedonisme masih
memasyarakat. Para pemimpin dan tokoh masyarakat hendaknya memberi
teladan perilaku hidup sederhana pada masyarakat. Media massa perlu
memberikan penerangan tentang pentingnya pola hidup sederhana sebagai
penyeimbang tayangan bergaya hedonisme.
Pemberantasan korupsi
membutuhkan tindakan serentak dan berkelanjutan. Penyelenggara negara
hendaknya menutup kesempatan korupsi bagi pelaksana proyek-proyek
pemerintah. Hukuman maksimal bagi pelaku korupsi perlu ditegakkan untuk
memberi efek jera. Sebagai upaya preventif terhadap korupsi, nilai
kejujuran harus ditanamkan sejak dini. Hendaknya ada reward dan
punishment bagi penegakan kejujuran tersebut. Pendidik lebih
mengutamakan proses kegiatan belajar daripada hasilnya.
Pendidikan,
hedonisme dan korupsi berkaitan erat. Pendidikan yang baik akan
menekan gaya hidup hedonisme dan korupsi. Indeks korupsi yang rendah
merupakan indikator kemajuan suatu negara. Artinya, pendidikan yang
baik adalah kunci keberhasilan negara. Wahai rekan-rekan guru,
marilah kita didik murid-murid kita untuk menjauhi gaya hedonisme dan
budaya korupsi. Mari bersama mewujudkan kemajuan Indonesia.
sumber:
http://www.kompasiana.com/febryantika/institusi-pendidikan-bukan-kontributor-koruptor_555473c9b67e616714ba54a3





0 komentar:
Posting Komentar